• admin@kiara-indonesia.org
  • Bogor, Indonesia
Cerita Dari Lapangan
Sepetik Kisah dari Sudut Hutan Hujan Tropis Terbesar di Pulau Jawa

Sepetik Kisah dari Sudut Hutan Hujan Tropis Terbesar di Pulau Jawa

Narasi: Jasmine Alimah Savitri

Ini merupakan pertama kalinya saya menemani tim monitoring owa jawa ke dalam hutan Halimun. Sejak awal adanya keputusan tersebut, saya sudah merasakan perasaan itu, ya perasaan panik dan getir hahaha. Bagaimana tidak? Cerita tentang suka duka mengamati perilaku owa jawa tersebut sudah saya dengar dari Ka Rahayu dan beberapa teman asisten penelitian. Apa sih yang saya takutkan? Jelas medan trekkingnya, lah! Sebenarnya, saya pernah melewati ‘sedikit’ jalur pengamatan tim monitoring, namun hanya sepersekian meternya saja. Itu pun sudah membuat saya ‘ngos-ngosan’ karena perlu mendaki jalan yang curam dengan serasahnya yang licin, tentu butuh tenaga ekstra, bukan? Oleh karena itu, sejak memulai hari itu, saya ‘deg-degan’ setengah mati. Hal yang bisa dibilang jarang saya rasakan.

Perjalanan diawali dengan berpisahnya Kang Nandar, Kang Aziz, dan Kang Indra ke beberapa jalur pengamatan. Oh ya, saat itu merupakan jadwal pengamatan Kelompok B (Pasangan Kumis dan Kety). Saya mengikuti Kang Indra, ke jalur perbatasan kelompok B dan A. Baru beberapa menit berjalan, kami malah menjumpai Kelompok A, ada Ayu (induk betina), sedang menggendong anaknya. Sesekali Kang Indra berkomunikasi dengan teman asisten yang lain menggunakan Handy Talky (HT). Mereka saling berkabar setiap beberapa menit, apakah menjumpai owa jawanya atau tidak. Kocaknya, kalau memang tidak ketemu, di akhir percakapan pasti diakhiri dengan kata “sepi…sepi…” dengan aksen Sunda yang khas, hahahaha (sebenarnya saya selalu cekikikan setiap mendengar itu, dan mencoba menirukannya, hahaha).

Kami berhenti cukup lama di tanjakan arah Ficus Pohon HM 18 untuk beristirahat dan mencari keberadaan Kelompok B.  Terdengar calling yang cukup dekat dari kelompok A, dan ada great callnya yang dipastikan sumbernya dari Ayu.  Senangnya, saya berhasil mendengar suara itu kembali dan mengabadikannya. Tak lama, Kang Aziz mengabarkan kalau terdengar calling dari arah bawah. Beberapa menit kemudian terkonfirmasi bahwa suara itu berasal dari Kelompok B. Kamipun beranjak dan segera berjalan menuju sumber suara. Langkah semakin dipercepat sambil menerjang menembus hutan yang dipenuhi semak belukar. Tidak adanya kegiatan monitoring selama 2 pekan karena libur lebaran, cukup membuat vegetasi hutan rapat kembali. Tapi sejauh ini keadaan fisik saya masih aman! Memang capek dan ‘ngos-ngosan’, tapi dulu saya sampai pusing dan hampir muntah. Alhamdulillah, mungkin sekarang kondisinya lebih baik, ya. Setelah semuanya berkumpul kembali, saya mendapatkan tugas mencatat perilaku owa jawa dari Kelompok B. Kegiatan mencatat ini menjadi salah satu pengalaman yang seru ketika saya ikut menemani teman-teman asisten.

Metode pengamatan yang kami gunakan dalam mengamati perilaku owa jawa ini namanya Metode Scan Sampling.  Perilaku owa jawa akan dicatat setiap 10 menit sekali, contohnya istirahat, makan, bermain (playing), dan jalan. Setiap asisten mengamati individu yang berbeda, Kang Indra mengamati Bapak (Kumis), Kang Nandar mengamati Ibu (Kety), dan Kang Aziz mengamati anak (Kendeng). Sejenak saya kesulitan dan bingung mencatat karena Akang-akangnya langsung menyebut perilaku dan keterangannya, tapi setelah banyak bertanya saya menjadi bisa dan sudah terbiasa. Saya merasa semakin beruntung ketika dapat mengamati langsung perilaku sosial dari Kelompok B, yaitu ketika Kumis dan Kendeng sedang bermain dan berpelukan. Ada momen juga di mana Kendeng bermain dengan kakanya, Komeng. Beberapa saat kemudian, Kelompok B berpindah ke lokasi lain yang membuat kami harus berjalan kembali untuk mengikuti pergerakannya. Sesekali kami berhenti untuk mengamati owa jawa, kemudian berjalan kembali hingga ke daerah yang disebut dengan ‘tebing’. Di lokasi ini pula terciptanya pengalaman seru yang saya dapatkan

Peristiwa ‘ribut’ yang sebelumnya hanya saya dengar dari cerita dan dari rekaman suara yang pernah terekam, bisa saya saksikan langsung dengan mata kepala sendiri. Saat itu Kelompok B bertemu dengan Kelompok O, yang membuat suasana agak rusuh, bahkan 1 (satu) individu dari Kelompok B sampai berteriak. Para induk sibuk menjaga wilayahnya, sedangkan para asisten mengamati dan saya sibuk mencatat (meskipun agak bingung hahaha). Kemudian tugas mencatat diambil alih oleh Kang Indra, sedangkan saya mengamati owa saja. Owa Kelompok B masih terlihat menjaga wilayahnya, tercatat mereka hampir selalu duduk dan siaga. Beberapa menit kemudian kelompok B bergerak ke suatu pohon dan tak terlihat lagi. Kami menunggu sampai 30 menit di HM 17, namun tidak menemukan tanda-tanda keberadaan mereka. Kemudian Kang Aziz dan Kang Indra pergi ke arah jalur kayu bakar untuk mencari Kelompok B, sedangkan saya dan Kang Nandar ke bawah tebing (arah jalur bendungan).

Sambil berjalan saya diceritakan pula banyak lokasi-lokasi yang asisten namai untuk memudahkan navigasi. Sebagai contoh istilah yang tadi: Ficus Pohon HM 18, Kayu bakar, Tengkorak, Bendungan, Simpang Tiga, Melintang 400, HM 17, dan ada juga Curug Kunti dan Curug Genderuwo, buset dah! Kang Nandar bilang, “kalau ga dinamain gitu, nanti jalannya kejauhan. Pernah Kang Isra jalannya terlalu cepet, jadi pas ketemu owanya, jaraknya kejauhan dan jalannya jadi lebih lama dan jauh.”.

Selama perjalanan menuju Bendungan, saya lebih banyak diam dan melihat-lihat hutan. Ternyata, kalau kehilangan owa setelah ribut rasanya bosan dan bingung, ya. Para Akang-akang juga bilang lebih baik bertemu owa dibandingkan tidak, karena proses pencariannya lebih cape dan membingungkan. Tapi kalau dipikir-pikir tergantung juga sih, kalau owanya ribut kan mereka cenderung diam di satu lokasi ya. Bagaimana kalau owanya sedang mencari makan dan kebetulan pohon pakannya kurang tersedia, otomatis kan pengamatnya perlu mengejar-ngejar owa ya? Hahaha. Makanya saya bilang hari ini saya beruntung, sudah bisa bertemu owa, juga banyak kejadian-kejadian yang baik.

Lokasi pemberhentian kami yang terakhir yaitu Bendungan. Di sana sudah ada Kang Aziz dan Kang Indera yang sedang istirahat duduk (mirip perilaku owa yang saya catat, hahaha). Saya menghabiskan bekal yang masih tersisa, sambil membagikan minuman perisa kemasan merk N*trisari. Lagi-lagi saya tertawa mendengar lawakan teman-teman asisten, selalu ada cara untuk bahagia di lapangan.

Setelah lama mencari owa jawa Kelompok B selama 1 jam, kami memutuskan untuk pulang, kebetulan pula hujan turun rintik-rintik. Kami segera beranjak kembali ke rumah owa, tapi mesti melewati beberapa sungai terlebih dahulu. Proses menyebrangi sungai cukup menantang juga bagi saya. Saat itu sempat hampir tercebur, untungnya hanya kaki saya saja yang basah.

Sungai dan sawah berhasil dilewati, hingga sampailah kami di rumah owa dan disambut oleh Teh Zia. Para asisten langsung merapikan alat-alat penelitian dan duduk beristirahat di teras rumah. Kami berbincang-bincang sambil menyeruput minuman ditemani suasana Kampung Citalahab Sentral yang menenangkan. Yah, pengalaman hari ini bisa ditulis dan diabadikan dalam laman web KIARA, hahaha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *