Bioprospeksi Taman Nasional Gunung Halimun Salak: Pemanfaatan Rendeu Sebagai Bahan Obat Alami
Narasi: Amin Indra Wahyuni
Sejak tahun 2019 telah dilaksanakan rangkaian penelitian mengenai potensi pemanfaatan tumbuhan lokal sebagai bahan obat alami di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), khususnya kawasan sekitar Resort Cikaniki. Hasil penelitian yang dilaksakan oleh tim peneliti TNGHS bersama Yayasan Botanika dan BRIN pada studi awal menghasilkan sebanyak 199 jenis tumbuhan dari 75 suku dan diambil dari kampung di kawasan sekitar Resort Cikaniki diantaranya Kp. Cilanggar, Kp. Citalahab, Kp. Bedeng, Kp. Citalahab Kampung dan Kp. Citalahab Central juga di Kp. Garung. Hasil dari penelitian awal inventarisasi tumbuhan obat menunjukkan bahwa Rendeu adalah tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Rendeu (Staurogyne elongata) merupakan tumbuhan yang tidak dilindungi dan berasal dari famili Acanthaceae yang merupakan tanaman herba perrenial, yang artinya tumbuhan ini dapat berbunga dan bertahan hidup bertahun-tahun. Tumbuhan Rendeu cukup populer di kalangan masyarakat Sunda sebagai lalapan. Selain itu, Rendeu juga dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit ginjal, liver, dan perawatan tradisional pasca melahirkan (Kodir, 2009; Suansa, 2011; Rahayu et.al., 2012; Handayani, 2015). Bunga dari Tumbuhan Rendeu dimanfaatkan dalam kegiatan kebudayaan, ritual seren tahun pada Kasepuhan Ciptagelar. Sebagai indigenous plant, ternyata kandungan vitamin Tumbuhan Rendeu cukup banyak, mulai dari vitamin A, vitamin C, kalsium, Fe, dan Zn yang diketahui berdasarkan penelitian Sutandi pada tahun 2017. Ekstrak daun Tumbuhan Rendeu juga memiliki aktivitas antioksidan dan anti bakteri.
Intensitas penggunaan Tumbuhan Rendeu yang tinggi oleh masyarakat ini perlu dikembangkan, sehingga Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak mengadakan rapat Kegiatan Program Bioprospeksi TNGHS: Bioprospeksi Lanjutan Penyusunan Formulasi Produk. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 22 Maret 2024 di Ruang Rapat Besar Pajajaran (Direktorat RKK), Bogor. Dalam rapat ini, KIARA turut hadir bersama Aksioma, Absolute Indonesia, Yayasan Puter Indonesia, Sawit Watch, Yayasan Botani Tropika Indonesia, Biofarmaka IPB turut serta dalam diskusi bioprospeksi lanjutan.
Dalam rapat ini dibahas bahwa Tumbuhan Rendeu menjadi tumbuhan dengan target panjang bioprospeksi dan pemanfaatan biodiversitas. Dalam perjalanannya, banyak tahap perlu dilewati sebelum akhirnya tumbuhan ini dapat dikemas menjadi sebuah produk yang bernilai komersil. Beberapa tahapan dalam bioprospeksi diantaranya yang pertama adalah Inventarisasi pengetahuan lokal, eksplorasi sumber daya hayati, dan koleksi spesimen. Koleksi spesimen sebaiknya dilakukan pada kawasan yang sama karena pertumbuhannya dipengaruhi mikro klimat dan unsur hara di sekitarnya sehingga kandungan pada tumbuhan dapat berbeda jika dikoleksi di kawasan yang berbeda. Spesimen kemudian diidentifikasi dan dilakukan koleksi senyawa aktif. Selanjutnya perlu dilakukan skrining dan konfirmasi aktivitas biologis dan yang terakhir pengembangan produk dan pengujian, serta komersialisasi produk. Tahap-tahap ini merupakan perjalanan yang cukup panjang karena yang dilakukan tidak hanya sekadar pengambilan contoh (sampling), namun juga pemberdayaan dan kerjasama. Pengembangan Tumbuhan Rendeu nantinya akan dibudidayakan hingga pemasaran lebih luasnya bisa dikembangkan di tingkat tapak, Kelompok Tani Hutan (KTH) supaya berdampak ke KTH binaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Seiring dengan perkembangan zaman, Tumbuhan Rendeu sendiri sudah tampil pada beberapa e-commerce dalam bentuk raw/mentah yang digunakan untuk lalapan. Namun saat dijual dalam kondisi raw, tanaman ini akan mudah rusak untuk pengiriman dalam waktu yang panjang. Hal ini menjadi dorongan untuk mengemas produk dalam bentuk yang ringkas, ekonomis dan yang paling penting adalah manfaatnya yang dapat dirasakan oleh banyak orang. Pangan lokal, herbal, dan organik seperti olahan Tumbuhan Rendeu yang diproyeksikan akan berbentuk teh herbal ini harapannya banyak diminati masyarakat sehingga ke depannya hasil bioprospeksi ini juga berdampak positif pada kesehatan masyarakat secara luas dan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.