
Kisah yang Tercipta di Halimun
Oleh: Alina Simokar
Halo semuanya! Perkenalkan saya Alina, mahasiswa Program Studi Biologi, Institut Teknologi Bandung (ITB). Secara khusus, saya memiliki minat dalam bidang konservasi satwa liar. Oleh karena itu, saya memilih Yayasan KIARA untuk belajar mengenai konservasi owa jawa dalam pelaksanaan kerja praktik saya. Selain antusiasme, sebenarnya terdapat sedikit kekhawatiran dalam diri saya setelah mendengar berbagai cerita tentang kondisi medan di Halimun. Ternyata, hal itulah yang turut meninggalkan kesan dalam kisah ini.

Kegiatan monitoring owa jawa dilakukan setiap hari Senin s.d. Jumat dari pukul 06.00 hingga sore hari setelah owa beristirahat di pohon tidur. Selama kegiatan kerja praktik ini, saya berkesempatan mengikuti kelompok A dan B. Pada hari pertama, saya, Zakiyya, dan Faihaa (tim kerja praktik ITB) berangkat bersama Kang Nuy, Kang Isra, Kang Alan, dan Kang Azis sekitar pukul 06.30 untuk mencari kelompok A. Saya mengikuti Kang Isra untuk mengamati Ayu (ibu) yang masih menggendong anaknya, Arus. Selain Ayu dan Arus, ada Aris (bapak) dan Awan (anak besar). Setelah menemukan Ayu yang baru saja melakukan calling, kegiatan pengamatan mulai dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling setiap 10 menit.
Semua masih berjalan (cukup) lancar hingga Ayu akan menyeberangi sungai bersama Arus. Ketika melihat kondisi tebing yang licin karena hujan semalam, saya cukup kesulitan mencari cara turun dan akhirnya memutuskan untuk memerosot hahaha. Hal paling berkesan dari pengamatan pertama yang saya ikuti adalah ketika melihat Ayu melakukan calling di dekat sungai. Dalam perjalanan, saya juga diperkenalkan dengan beberapa jenis tumbuhan pakan owa jawa oleh Kang Nuy. Tidak dapat dipungkiri, mengejar owa cukup melelahkan, tetapi sangat menarik dan menyenangkan juga.

Pada hari lainnya ketika kami harus mencari kelompok B, saya mengikuti Kang Indra menuju perbatasan wilayah kelompok A dan B. Ketika berjalan, saya melihat ada pergerakan di pepohonan. Ternyata, ada seekor owa yang bergelantung dan saya segera memberitahu Kang Indra. Setelah diamati, Kang Indra mengatakan bahwa itu adalah Ayu karena ternyata ada bayi yang sebelumnya tidak terlihat oleh saya. Setelah itu, kami melanjutkan pencarian di jalur tersebut. Ketika kami duduk untuk beristirahat sejenak, saya kembali melihat owa yang meloncat di antara pepohonan. Ternyata, “kayaknya itu kelompok A, soalnya turun ke wilayah kelompok A,” kata Kang Indra. Hmm cukup sedih, ternyata mencari owa lebih membingungkan daripada mengikuti owa )-: Pada akhirnya, kami tidak bertemu kelompok B hari itu. Kalau kata akang asisten, “sepi… sepi…”

Pengalaman lain yang berkesan bagi saya adalah ketika mengamati kelompok B yang terdiri dari Kumis (bapak), Kety (ibu), Komeng (anak besar), dan Kendeng (anak kecil). Pada hari itu, saya berangkat pukul 05.30 bersama Kang Nandar, Kang Azis, dan Kang Apud. Kami berangkat lebih pagi sebelum owa berpindah dari pohon tidur. Dengan demikian, pengamatan dapat dimulai sejak owa baru mulai beraktivitas. Tantangan pertama yang harus dihadapi adalah menyeberangi sungai dengan kondisi gelap. Beruntung semalam hujan tidak turun sehingga air sungai masih dangkal dan tidak terlalu sulit untuk dilewati. Setelah itu, kami berjalan menyusuri galengan sawah hingga menyeberangi sungai untuk kedua kalinya. Saya berjalan mengikuti Kang Nandar menuju pohon tidur owa. Setibanya kami di sana, hari masih cukup gelap dan kami menunggu di bawah pohon sambil sesekali melihat ke atas untuk memeriksa pergerakan owa.
Pada hari itu, saya dan Kang Nandar mengamati Kety. Saya berkesempatan untuk membantu pencatatan data. Meskipun bukan kali pertama, terkadang saya masih kebingungan untuk memastikan data yang dicatat sudah sesuai dengan yang disebutkan oleh asisten, terlebih lagi jenis pohon yang digunakan oleh owa sangat beragam. Salah satu tempat “khusus” ketika mengikuti Kety adalah “toilet umum”. Kang Nandar menceritakan alasan diberi nama seperti itu karena pohon tersebut sering dipakai oleh owa untuk buang air. Benar saja, kali itu owa buang air di “toilet umum” sebelum meloncat ke pohon lain. Ketika menjelang siang hari, suara calling terdengar dari wilayah kelompok S. Saat itu, Kety segera menuruni tebing dan bersiap untuk melakukan calling. Saya sangat senang karena bisa kembali mendengar calling dari jarak dekat dan mengabadikannya. Kata Kang Nandar, “buat kenang-kenangan dan biar bisa pamer kalau rekam sendiri” hahaha. Meskipun berlangsung cukup lama, saya merasa senang karena akhirnya bisa melakukan pengamatan lagi setelah satu minggu tidak bertemu dengan kelompok owa yang kami cari.

Kegiatan pengamatan di lapangan selalu memberikan pengalaman baru bagi saya. Setiap hari, ada saja perilaku owa yang menarik untuk diamati. Kadang bergelantung bersama, berkelahi, mengejar, calling, bahkan memperhatikan kami dari ketinggian. Selain itu, masing-masing kelompok owa ternyata memiliki ciri khas tertentu. Ketika melakukan pengamatan, anggota kelompok A cenderung bergerak secara terpisah dan lebih cepat beristirahat di sore hari. Sebaliknya, anggota kelompok B cenderung tidak terpisah terlalu jauh dan sangat aktif hingga hari sudah hampir gelap.
Selain mengamati perilaku owa, saya juga berkesempatan untuk melihat proses pemasangan alat rekam untuk bioakustik dan pengamatan fenologi. Saya makin menyadari ada banyak aspek yang bisa dipelajari dalam upaya konservasi owa jawa. Ada sedikit pengalaman lain yang cukup unik, yaitu ketika saya mencoba beberapa buah pakan owa dan tumbuhan lain yang diberikan oleh asisten. Ternyata, banyak yang rasanya enak juga meskipun biasanya asam. Kegiatan pengamatan di lapangan juga tidak luput dari candaan akang-akang yang sukses membuat tertawa. Meskipun terkadang memang tidak mudah untuk mengikuti owa, kata Kang Isra “yang penting jangan nangis ya,” hahaha.


Selain kegiatan monitoring, saya juga mengikuti kegiatan pendidikan konservasi untuk para siswa di SDN Rimba Kencana dan anak-anak di Kampung Citalahab Central. Kegiatan pendidikan konservasi yang kami laksanakan bertujuan untuk memperkenalkan berbagai komponen ekosistem, hewan, dan tumbuhan serta pentingnya menjaga kelestarian alam. Meskipun terkadang masih malu-malu, anak-anak selalu memiliki semangat dan keingintahuan yang tinggi tentang banyak hal. Selain belajar bersama, anak-anak juga bermain dan membuat prakarya bersama, misalnya origami dan kertas daur ulang.


Saya juga berkesempatan untuk mengikuti kegiatan Ambu Halimun, komunitas perempuan di Kampung Citalahab. Salah satu kegiatan yang saya ikuti adalah pembuatan kain ecoprint. Saat itu merupakan pengalaman pertama saya membuat ecoprint. Saya belajar mengenai jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dan tahap-tahap pembuatan kain ecoprint.

Satu bulan ternyata berlalu begitu cepat. Saya bersyukur bisa mendapatkan banyak pengalaman baru dan merasakan kehangatan dari masyarakat di Citalahab Central. Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kak Ayu, Kak Jasmine, dan Kak Zia atas izin dan kesempatan untuk melaksanakan kerja praktik ini; Kang Nuy, Kang Isra, Kang Nandar, Kang Indra, Kang Alan, Kang Azis, dan Kang Apud yang selalu membimbing dan membagikan ilmu selama di lapangan; Ibu Amot, Ibu Roro, dan Ibu Maya; serta seluruh masyarakat Citalahab Central yang telah menerima kehadiran kami dengan hangat.
Meskipun terasa begitu singkat, pengalaman dan kenangan di Halimun akan selalu memiliki kesan tersendiri bagi saya. Sampai jumpa lagi di lain waktu!