
Langkah Bersama untuk Alam: Pembelajaran Konservasi dari Timur dan Barat
Narasi: Rahayu Oktaviani
“Tahun lalu hanya bisa lihat owa dari gambar presentasi Mba Ayu, Puji Tuhan tahun ini bisa lihat langsung owanya.” – Absalom, Lembaga Pengelola Hutan Kampung (LPHK) Klafli, Klalik, Belempe – Kampung Malasigi, Kabupaten Sorong – Papua Barat Daya.
Pada tanggal 20-26 Januari lalu, Citalahab kedatangan tamu istimewa dari Papua. Absalom, Ones, dan Feri dari Lembaga Pengelola Hutan Kampung (LPHK) Klafli, Klalik, Belempe – Kampung Malasigi, Kabupaten Sorong – Papua Barat Daya bersama Mas Lewar dari Yayasan Kasuari, melakukan kunjungan selama tujuh hari untuk mempelajari program riset dan monitoring jangka panjang yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara (KIARA) dengan melibatkan masyarakat lokal.
Kunjungan ini menjadi kesempatan bagi tim LPHK untuk merasakan langsung suasana kabut hutan hujan Halimun, serta menyaksikan bagaimana upaya konservasi dilakukan bersama komunitas setempat. Selama di Citalahab, mereka mengikuti berbagai program yang dijalankan KIARA, termasuk monitoring owa jawa bersama tim owa serta pembuatan ecoprint bersama kelompok perempuan Ambu Halimun.
Selain belajar dari pengalaman di Halimun, kunjungan ini juga menjadi ajang pertukaran pengetahuan. Tim dari LPHK berbagi wawasan mengenai satwa liar di wilayah mereka melalui presentasi yang diberikan oleh Absalom, Ones, dan Feri. Bagi tim monitoring owa, ini menjadi pengalaman baru mengenal keberagaman fauna Papua yang unik dan hanya bisa ditemukan di Pulau paling timur Indonesia.

Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi tim Papua adalah ikut serta dalam kegiatan monitoring langsung di lapangan. Mereka berkesempatan mengamati kelompok owa jawa A, B, dan S, serta belajar tentang teknik pengambilan data, keamanan di lapangan, dan etika dalam pengamatan satwa liar. “Ternyata, untuk mengamati satwa liar butuh kesabaran luar biasa,” ungkap Kak Ones saat berada di dalam hutan.




Tak hanya itu, mereka juga merasakan pengalaman baru dalam workshop pembuatan ecoprint bersama kelompok perempuan Ambu Halimun. Kegiatan ini membuka wawasan mereka tentang peran perempuan dalam menjaga alam sekaligus memanfaatkannya secara lestari untuk menciptakan karya seni yang bernilai ekonomi.


Sebagai bentuk apresiasi dan persahabatan, tim dari Papua memberikan cinderamata berupa tas anyaman rotan khas mereka yang disebut Noken. Di Halimun sendiri, tas serupa dikenal dengan nama Kampek. Momen ini semakin mempererat hubungan antara kedua tim, yang kemudian berlanjut dalam diskusi hangat di teras Rumah Owa, ditemani secangkir kopi dan teh hangat.
Kunjungan ini menjadi langkah awal dalam memperkuat kolaborasi antar komunitas di berbagai daerah untuk mendukung konservasi satwa liar. Semoga pertukaran ilmu dan pengalaman ini dapat terus menginspirasi masyarakat lokal sebagai garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam Indonesia!
