Seri Female Green Camp #5: Hilangnya Relasi Cinta pada Sungai
Sungai merupakan ekosistem yang memiliki relasi cinta yang kompleks, relasi tersebut terbangun karena sungai memiliki aliran yang panjang mulai dari bagian hulu di pegunungan, melalui daratan, pemukiman manusia, dan berakhir di laut sebagai hilir. Sungai memiliki fungsi sebagai penyedia jasa lingkungan bagi makhluk hidup terutama umat manusia. Sungai sebagai penyedia sumber air, sarana transportasi, sosialisai, mencari nafkah, tempat rekreasi, hingga pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Aliran sungai yang panjang dan bermuara ke laut menjadikan sungai sebagai ekosistem yang kompleks serta penghubung antara kehidupan darat dan laut. Apa yang terjadi di bagian hulu sungai akan memberikan dampak pada wilayah hilir sungai. Seiring berjalannya waktu jasa lingkungan yang diberikan sungai beralih fungsi menjadi jasa pembuangan sampah manusia. Sungai menjadi tercemar, kotor, dan meluap menjadi banjir. Banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi di sungai merupakan akibat dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab dan hilangnya relasi cinta antara manusia dan sungai itu sendiri.
Female Power Greencamp (FPG) 2022 mendapat kesempatan untuk berkunjung ke salah satu komunitas yang berjuang untuk sungai khususnya Sungai Ciliwung yaitu Komunitas Ciliwung Depok (KCD). Bertemu dengan Pak Sahrul dan Kang Trisna selaku tim KCD, melihat langsung kondisi Sungai Ciliwung dan berdiskusi mengenai permasalahan yang terjadi di sungai serta bertukar ide untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Sungai pada umumnya terbagi menjadi 2 bagian yaitu sempadan (bantaran) dan palung. Dan wilayah tersebut sudah tercantum di dalam Permen PUPR 28/2015. Pada wilayah sempadan dilarang untuk mendirikan bangunan apapun, namun masih banyak masyarakat dan perusahaan yang mendirikan bangunan pada wilayah itu” ujar Pak Sahrul.
Selain mendirikan bangunan, beberapa pembangunan dengan mendirikan tembok beton pada sempadan dalam upaya untuk mencegah luapan air sungai ke darat justru mengakibatkan relasi cinta antara manusia dan sungai itu hilang.
“Masyarakat hanya mendengar dan melihat sisi negatif dari sungai memalui berita dan media. Sungai berbahaya karena banjir, sungai berbahaya karena arusnya deras, sungai kotor, dll. Sehingga hal tersebut justru memutus relasi cinta antara sungai dan manusia yang mengakibatkan turunnya rasa kepedulian manusia dengan sungai. Khususnya para orang tua yang melarang anaknya untuk dekat-dekat dengan sungai” tambahnya.
Relasi cinta pada sungai mulai hilang sejak sungai dikatakan sebagai pembawa bencana dan minimnya akses untuk ke sungai.
“Masih terlintas di ingatan saya, sungai menjadi tempat saya bermain bersama teman-teman sepulang sekolah sampai sore. Sambil menunggu pakaian kering, kami ngobrol sambil tertawa di bantaran sungai bersama teman-teman. Cerita-cerita soal kehidupan, guru disekolah yang galak, dan tentang pacar. Setelah itu saya sedih karena akses saya bersama teman-teman untuk ke sungai ditutup oleh tembok beton dan juga kemajuan teknologi ya.. anak-anak sekarang lebih suka bermain hp di rumah sampai larut malam” ujar Kang Trisna.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun kembali relasi cinta antara manusia dan sungai dengan melihat dari permasalahan yang terjadi pada sungai.
“Beberapa permasalahan yang ada di Sungai Ciliwung diantaranya banjir, sedimentasi, kekeringan, kualitas air, sampah, air baku PAM, ekowisata, kehati, edukasi, dan normalisasi Sungai Ciliwung” ujar Pak Sahrul.
Membangun relasi cinta kembali antara manusia dan sungai dapat dilakukan dari hal-hal kecil mulai dari mengubah pola pikir kita terhadap sungai. Kegiatan lainnya dengan mengadakan kegiatan pendampingan pendidikan dengan mengajak generasi penerus bangsa untuk turun langsung ke sungai. Mendekatkan mereka dengan sisi positif sungai dan menyadarkan mereka bahwa sisi negatif sungai muncul akibat proses penyembuhan sungai terhadap perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab.