• admin@kiara-indonesia.org
  • Bogor, Indonesia
Primate Talk
Ancaman Krisis Kepunahan Primata Dunia yang Akan Datang: Mengapa Primata Penting untuk Kehidupan?

Ancaman Krisis Kepunahan Primata Dunia yang Akan Datang: Mengapa Primata Penting untuk Kehidupan?

Diintisarikan dari artikel ilmiah: Estrada A.,Garber PA, Rylands AB, Roos C, Fernandez-Duque E, Di Fiore A, Nekaris KA, Nijman V, Heymann EW, Lambert JE, Rovero F, Barelli C, Setchell JM, Gillespie TR, Mittermeier RA, Arregoitia LV, de Guinea M, Gouveia S, Dobrovolski R, Shanee S, Shanee N, Boyle SA, Fuentes A, MacKinnon KC, Amato KR, Meyer AL, Wich S, Sussman RW, Pan R, Kone I, Li B. Impending extinction crisis of the world’s primates: Why primates matter. Sci Adv. 2017 Jan 18;3(1):e1600946. doi: 10.1126/sciadv.1600946. PMID: 28116351; PMCID: PMC5242557.

Narasi oleh: Yessika B. Safitri & Amin I. Wahyuni

Primata (non-human primates) memiliki peran yang esensial untuk ekositem sebagai bagian dari keanekaragaman. Secara sosial dan budaya, primata berperan sebagai ‘saksi’ evolusi dari perubahan yang terjadi di lingkungan dalam kurun waktu yang panjang. Kepunahan primata berisiko kehilangan hubungan ekologis, sosial, dan budaya yang kompleks yang telah berkembang antara manusia dan primata selama ribuan tahun.

Non-human primates adalah keanekaragaman hayati yang keberadaannya tersebar di empat wilayah diantaranya: Neotropik (171 spesies), Afrika daratan (111 spesies), Madagaskar (103 spesies), dan Asia (119 spesies) dan hidup secara alami di 90 negara; namun, dua pertiga dari semua spesies hanya ada di empat negara, yaitu: Brasil, Madagaskar, Indonesia, dan Republik Demokratik Kongo (DRC). Negara-negara ini merupakan area prioritas tinggi untuk konservasi primata. Jumlah spesies primata di beberapa negara ini mengalami penurunan populasi lebih tinggi dari persentase keseluruhan spesies yang terancam.

Banyaknya jumlah spesies yang saat ini terancam dan mengalami penurunan populasi, maka ancaman kepunahan akan meningkat jika tindakan efektif tidak segera dilaksanakan untuk menyelamatkan spesies yang masih ada hingga saat ini.

         Artikel ilmiah yang ditulis oleh Estrada (et. al. 2017) ini memiliki ulasan tentang berbagai faktor antropogenik global dan regional yang membahayakan primata dan bertujuan untuk mendorong pengembangan solusi berkelanjutan dan efektif yang meningkatkan kelangsungan hidup primata dalam jangka menengah dan panjang. Dalam prosesnya, diperlukan kegiatan penelitian dan kontribusi kemajuan teknologi untuk memantau perubahan lingkungan yang disebabkan oleh manusia yang mempengaruhi populasi primata.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), 60% spesies primata saat ini terancam punah. Penyebab utamanya adalah aktivitas manusia atau antropogenik. Beberapa aktivitas manusia yang mengancam kehidupan primata antara lain penebangan hutan, pembukaan lahan untuk pemukiman, perkebunan sebagai dampak dari tingginya permintaan pasar, pembangunan melalui kawasan hutan tropis meningkatkan potensi aktivitas antropogenik di wilayah tersebut, perdagangan satwa ilegal, dan juga aktivitas pertambangan. Perubahan tutupan lahan mengisolasi keberadaan primata, meningkatkan risiko penurunan populasi dan hilangnya keanekaragaman genetik.

 Permintaan kayu yang meningkat bersamaan dengan ekspansi industri dalam skala besar saat ini berdampak pada pengalihfungsian hutan. Pengalihfungsian ini menyebabkan primata kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan. Selain itu, adanya pembukaan jalan dan jalur listrik di dalam hutan memunculkan kemudahan akses ke dalam hutan sehingga potensi kerusakan meningkat karena adanya peningkatan potensi migrasi penduduk, penebangan, dan juga perburuan liar. 

Primata yang tetap hidup di lingkungan yang telah rusak berpotensi mengalami malnutrisi karena berkurangnya sumber makanan. Selain itu, primata juga lebih mudah terserang penyakit karena adanya interaksi dengan hewan domestik. Ancaman bagi primata terhadap penyakit serta patogen dari manusia dan hewan peliharaan juga meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia. Selain pengaruh antropogenik, perubahan kondisi ekologis yang dipengaruhi oleh perubahan iklim berdampak pada kemampuan adaptasi satwa dan hal ini tidak menguntungkan bagi satwa dengan evolusi yang lambat dan dengan distribusi geografi terbatas. 

Lebih dari 50% dari sepuluh famili primata spesiesnya terancam di dunia, termasuk Asia dengan nilai penurunan populasi primata mencapai 95%. Penurunan populasi ini menjadi permasalahan yang perlu dihadapi. Estrada (2017) menuliskan beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan sebagai usaha untuk menurunkan resiko kepunahan dengan memperhatikan beberapa aspek, seperti: 

  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi, kesehatan, edukasi yang merata dan mengembangkan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan serta melestarikan kebudayaan lokal yang ramah lingkungan
  • Meningkatkan luasan kawasan dilindungi dengan habitat yang mendukung keberlangsungan hidup primata
  • Penerapan agro-ekologi, memanfaatkan lahan tidak hanya untuk produksi, namun juga untuk proteksi
  • Meningkatkan kegiatan monitoring populasi primata
  • Memitigasi perdagangan ilegal satwa liar dengan meningkatkan kapasitas masyarakat lokal untuk melestarikan satwa liar

Perkembangan penelitian sejak 1965 hingga 2016, mencatat sebanyak ~47,000 publikasi tentang primata di alam liar dan penangkaran, namun ternyata data sebagian besar spesies masih terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperlambat kepunahan spesies primata. Beberapa topik penting untuk riset ini adalah 

  • Kesesuaian habitat
  • Ukuran populasi
  • Sejarah kehidupan dan ekologi
  • Fragmentasi habitat
  • Perubahan iklim
  • Zoonosis dan interaksi manusia
  • Pemulihan populasi
  • Pemetaan budaya dan pembinaan kemitraan yang saling menguntungkan dengan pemerintah dan masyarakat lokal

Poin terakhir menjadi kunci penekanan penurunan populasi primata di alam karena keterkaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi yang menjadi pintu masuk kerusakan habitat dan tindakan perburuan yang dilakukan dengan motif ekonomi. Kerjasama dan kolaborasi multipihak diperlukan antara pemerintah, lembaga non pemerintah (LSM) dan juga dengan masyarakat lokal untuk menyadari pentingnya kegiatan perlindungan primata untuk hutan dan kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *