Belajar Tentang Siamang, Kerabat Dekat Owa Jawa: Ekologi dan Ancaman Penurunan Populasi Siamang yang Jarang Diketahui
Narasi: Amin I. Wahyuni
Hari Jum’at yang cerah, tanggal 9 Agustus 2024 para peserta NGARIUNG II: Berbagi Cerita Penelitian Primata telah berkumpul di Dramaga, Kak Marsya sebagai pembicara juga telah tiba lebih dulu daripada para peserta. Ngariung kali ini, kita akan membahas tentang ekologi Siamang (Symphalangus syndactylus), kerabat dekat Owa Jawa yang menempati hutan Sumatera. Siamang menempati hutan bersama dengan beberapa jenis owa lain seperti Owa Ungko (Hylobates agilis) dan Owa Lengan Putih (H. lar) di rangkaian pegunungan bagian barat Sumatera, meskipun Siamang tidak ditemukan di dataran rendah bagian timur Sumatera. Walaupun Siamang hidup simpatrik dengan owa lain di beberapa habitat, siamang lebih sering berada pada ketinggian yang lebih tinggi daripada owa lainnya. Siamang bahkan juga dapat berbagi sumber pohon pakan yang sama saat masa berbuah dengan jenis owa lain. Perbedaan strata penggunaan pohon diduga menjadi alasan mengapa perilaku berbagi ini bisa terjadi.
Dari segi fisik, Siamang punya ukuran satu setengah (1.5) kali lebih besar dari jenis owa lain, dan dia juga punya vocal sac atau kantong suara, yang bikin suara mereka kenceng banget dan kalau menurut pengamat Owa Jawa seperti saya, suara Siamang lebih terdengar dramatis. Mungkin karena mereka juga melakukan duet antara jantan dan betina. Tubuh Siamang berwarna hitam, sedangkan Owa Ungko dan Owa Lengan Putih punya variasi warna, mulai dari hitam dan kuning, namun untuk Owa Lengan Putih, lengannya akan selalu berwarna putih apapun variasi warna tubuhnya.
Berbeda dengan Owa Jawa yang cenderung monogami dan agresif terhadap Owa Jawa kelompok lain, Siamang bisa berpoliandri dalam kondisi tertentu seperti saat sumber makanan sangat melimpah. Namun, keluarga Hylobatidae umumnya tetap hidup secara monogami sebagai usaha memperbanyak keturunan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada pada habitatnya. Siamang merupakan satwa frugivora (pemakan buah), namun memiliki diet yang lebih fleksibel, sehingga bisa adaptasi memakan daun daripada dengan owa (yang jarang terjadi).
Siamang yang pernah diteliti oleh Kak Marsya berhabitat di Stasiun Penelitian Way Canguk (SPWC) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Di sana, pada sekitar tahun 2014 terdapat sembilan kelompok Siamang yang meramaikan landscape stasiun riset SPWC di TNBBS, hasil dari penghitungan popoulasi dilakukan secara rutin setiap tahun. Cara mengenali masing-masing kelompok adalah dengan mendata kooridinat saat ditemukan, kemudian juga mencatat komposisi kelompok untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok lain agar tidak terjadi perhitungan ganda (double counting).
Perhitungan perkiraan populasi Siamang dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode triangulasi. Metode ini memerlukan tiga kelompok dan tiga pos dengar di satu landscape hutan habitat Siamang. Suara Siamang terdengar dari jarak yang lebih jauh dari Owa lain, karena mencapai 1.8 km jangkauannya sementara suara owa lain satu (1) km saja sudah sayup-sayup.
Dari survei populasi yang setiap tahun rutin dilakukan, terjadi ‘kehilangan’ beberapa kelompok Siamang di bentang Bukit Barisan Selatan. Hal ini memunculkan banyak dugaan yang buruk, diantaranya adalah: adanya penurunan sumber pakan drastis, perburuan ilegal, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan disease outbreak. Penurunan pakan drastis di wilayah ini tidak terjadi, bahkan sebetulnya ada sedikit kenaikan jumlah pakan. Tidak pernah terjadi kasus perburuan Siamang atau owa, jika mungkin terjadi, hal ini pasti insidental. Kemudian juga tidak terjadi pembalakan liar dan kebakaran hutan. Satu alasan yang terakhir adalah adanya disease outbreak berupa penyakit kulit yang menimbulkan kematian pada individu-individu Siamang yang juga menjadi catatan pertama temuan kematian Siamang di alam. Pada tahun 2015 bulan Mei, salah satu Siamang jantan dewasa yang soliter teramati menderita penyakit kulit dan hanya bergerak sejauh 100 meter setiap harinya. Bulan Juni Siamang ini hilang. Berselang empat tahun (2019), tanggal 23 Bulan Oktober ditemukan betina dewasa liar di tanah dengan penyakit kulit. Kemudian pada 29 Oktober 2019 Siamang Betina Dewasa dari kelompok yang dikenali tim monitoring ditemukan degan penyakit kulit. Keesokan harinya (30/10), Siamang ini tidur pada ketinggian enam meter di atas permukaan tanah dan besoknya lagi, tanggal 31 Oktober 2019 Siamang ini ditemukan mati.
Dari waktu teramati hingga perubahan perilaku dan kematian Siamang terjadi dalam waktu yang cukup singkat. Hal ini memperkuat dugaan penyebab hilangnya tujuh kelompok Siamang yang biasanya bersuara dan menyisakan dua kelompok saja.
Bagaimana bisa penyakit ini menimbulkan kematian pada banyak individu Siamang dari kelompok berbeda dalam waktu singkat? Kemungkinan terjadi perpindahan parasit dari satu individu ke individu yang lain, melalui grooming, lalu interaksi saat berkelahi atau saat menempati satu pohon sumber pakan yang sama, bahkan pada saat tersebut Siamang pernah teramati kawin dengan individu dari kelompok lain. Selain itu, Siamang juga bisa berbagi pohon tidur dengan kelompok lain.
Perpindahan parasit juga bisa terjadi saat anak sudah mulai bereksplorasi atau mengambil alih kelompok lain dan juga ada kemungkinan penyebaran parasit melalui satwa lain karena pernah ditemukan adanya aktivitas bermain dari anak Siamang dengan Simpai (Presbytis melalophos).
Sebenarnya, parasit ini tidak menyebabkan satwa mati secara langsung melaikan secara perlahan dengan mempengaruhi sistem imun satwa, meningkatkan stress, dan menimbulkan ketidaknyamanan pada satwa yang akhirnya berpengaruh pada perilakunya, baik perilaku makan, bergerak, dan yang lainnya. Temuan kasus ini juga terjadi saat kemarau panjang, jadi mungkin memperparah kondisi siamang karena tidak ada hujan, Siamang lebih kepanasan dan tidak bisa mandi hujan, kutu semakin parah (dan jika dikaji lebih panjang, kasus ini juga berkaitan dengan perubahan iklim dan perubahan karakter parasit pembawa penyakit).
Kompleks bukan? Iya kompleks. Lebih seru dengerin langsung, jadi #kawankiara yang akses ke Dramaganya gampang yuk ikut Ngariung bersama KIARA di sesi selanjutnya. Sampai jumpa!