• admin@kiara-indonesia.org
  • Bogor, Indonesia
Primate Talk
Meningkatkan Pemahaman Mengenai Konflik Satwa Liar dan Manusia di Lingkungan Pemukiman

Meningkatkan Pemahaman Mengenai Konflik Satwa Liar dan Manusia di Lingkungan Pemukiman

Narasi: Amin I. Wahyuni

Dewasa ini, konflik manusia dan satwa memang tak dapat dielakkan. Perubahan fungsi dan penggunaan lahan agaknya menjadi pemicu utama munculnya konflik ini. Apalagi konflik Monyet Ekor Panjang (selanjutnya kita sebut monyet agar lebih mudah) yang dapat ditemukan di mana-mana, mulai dari kawasan wisata, pemukiman penduduk, sampai ke area pasar.

Konflik warga dan monyet juga terjadi di daerah Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat. Hal ini melatarbelakangi kegiatan yang diselenggarakan oleh mahasiswa teknik lingkungan IPB yang juga sedang mempelajari bidang ilmu konservasi. Dalam berlangsungnya kegiatan ini, KIARA diundang sebagai kolaborator dan narasumber untuk menyampaikan pengenalan primata khususnya Monyet Ekor Panjang dan pengenalan perilaku dasar monyet dan cara-cara untuk menghindari konflik dengan monyet. Kemudian dari pihak yang praktikal, hadir juga tim pemadam kebakaran (DAMKAR) bogor yang juga memberikan materi kepada warga Rw 7 Kelurahan Situ Gede.

Dalam kegiatan ini, KIARA yang diwakili oleh Fauzia Yudanti berperan menyampaikan pengenalan primata termasuk Owa Jawa dan Monyet Ekor Panjang sebagai pembuka. Kemudian, Fauzia menyampaikan tentang sifat dasar oportunis monyet yang artinya monyet ini akan memaksimalkan sumberdaya di sekitarnya yang paling mudah untuk diperoleh termasuk juga makanan manusia. Selain itu, beberapa kasus konflik monyet juga ditampilkan dengan media gambar seperti kasus monyet obesitas karena sering diberi makan, monyet yang berusaha mengambil kamera wisatawan, dan monyet yang berkumpul di pinggir jalan untuk menunggu makanan dari para pengemudi yang berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Fauzia juga menyampaikan zoonosis melalui pertanyaan interaktif dan mengaitkan potensi penyebarannya dengan kasus penyakit serupa seperti rabies, malaria, dan covid.

Masyarakat cukup antusias mendengarkan paparan tentang monyet ini. Salah satu warga kemudian menanyakan bagaimana monyet mengetahui adanya buah yang matang di pohon milik warga yang kemudian monyet kunjungi. Monyet adalah primata yang pintar, mereka mengamati keberadaan pohon dan mengidentifikasi pohon mana yang sedang berbuah. Bisa jadi, saat berbuah dan masih muda monyet mencoba buah tersebut dan dilakukan secara berulang sehingga monyet dapat mengetahui masa matangnya buah (masa panen buah) kemudian mendatangi pohonnya lagi.

Setelah itu, salah satu warga lain menceritakan kecerdasan monyet saat mencuri sampeu (singkong). “motoriknya sama ya kayak kita. saya pernah lihat tu dua monyet panen sampeu. Yang satu goyangin pohon, yang satunya lagi ngorek-ngorek tanah. Pintar mereka tu” begitu kata beliau dengan bersemangat. Hal tersebut ditanggapi dengain informasi kecerdasan primata yang mendekati manusia, alias mereka mampu berpikir, adaptif, dan juga peniru yang baik dibandingkan dengan reptil, burung, dan satwa lain. Sebagai contoh lain, monyet juga awalnya tidak tau kalau sampah adalah makanan tapi bisa jadi karena ada penciuman aroma sisa makanan atau melihat orang membuang makanan maka kemudian monyet melihat sampah adalah potensi ‘sumber makanan’.

Setelah pemaparan tentang primata, materi selanjutnya disampaikan oleh Bapak Fauzi dari petugas Damkar Bogor. Beliau menyampaikan tentang pancadarma pemadam kebakaran yang salah satunya adalah misi penyelamatan. Karena adanya misi ini lah damkar bisa membantu banyak kasus selain memadamkan kebakaran, mulai mengevakuasi ular, mengusir monyet, melepas cincin, dan ada yang paling unik adalah membantu mengambil earphone nirkabel yang terjatuh ke selokan. Sebagai penutup, pihak damkar juga menyampaikan supaya warga menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar karena dapur yang kotor memancing kehadiran tikus kemudian tikus dikejar ular karena memang makanannya sehingga dapur yang kotor dapat memancing kehadiran ular.

Bapak ini bertanya kepada Damkar cara menangani ular yang berbisa, apakah boleh dibunuh saja atau tidak. Ular jenis berbisa sebaiknya dijepit dan dibatasi pergerakannya, bisa dengan cara menutupkan ember besar untuk menjebak ular lalu menindih ember dengan benda berat seperti batu. Yang unik dari kegiatan ini adalah adanya hadiah yang diberikan oleh panitia kepada wargi yang bertanya berupa minyak goreng 1 liter. Hehehe istri bapak ini auto bahagia.

Begitulah sedikit kisah dari Kelurahan Situgede, semoga perseteruan hangat antara satwa liar dan manusia semakin memperoleh jalan tengah. Tidak ada yang perlu tersiksa untuk bisa terus hidup di muka bumi dengan baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *